Oleh : Seha Shahab
Di tengah taman
belakang sekolah, di bawah pohon mangga yang rindang Safana duduk sambil
membaca novel kesayangannya.
“An balik ke kelas yuk” ajak Kamila, teman
karibnya sejak masuk ke MTsN Babul Khairat.
Sambil tersenyum Safana
mengangguk tanda ia menyetujui ajakan Kamila. Di perjalanan menuju kelasnya.
Safana berhenti sejenak melihat keadaan kelas IX-1. Seketika mata Safana
berhenti saat melihat seseorang yang selalu memenuhi pikiran dan hatinya.
Seseorang di sana yang sedang tertawa lepas bersama taman-teman nya. Safana
mematung melihat karya Allah satu ini yang begitu sempurna.
“Safana?” ujar Kamila
ketika sadar kalau Safana tidak lagi di sampingnya.
“Ana kamu gimana sih...
dari tadi aku cerita kamu malah melamun disini...” ujar Kamila kesal saat sudah
berada di depan Safana
“Eh maaf Mil tadi aku
kepikiran sesuatu jadi berhenti sebentar” ujar Safana
“Hmmm lain kali kalau
mau berhenti itu bilang ke aku jadi aku nggak kayak orang gila yang lagi
ngomong sendiri...” kata Kamila masih sedikit kesal.
Safana terkekeh kecil
mendengar perkataan sahabatnya itu “Sekali lagi maaf ya...”
Kamila tersenyum maklum
lalu mengangguk dan berkata “ Yuk ke kelas” sambil menggandeng tangan kiri
Safana. Dengan senyum yang lebar Safana membalas genggaman Kamila dan
mengangguk. Sepanjang perjalanan menuju kelas IX-8 Safana dan Kamila hanya
mengobrol ringan. Sesampai di kelas Safana hanya melanjutkan membaca novelnya.
“HAMID!!!” teriakan Bu
Endang, mengundang seluruh perhatian orang dari setiap kelas.
Mendengar seruan itu
Safana yang sedari tadi fokus dengan novelnya secepat kilat langsung menoleh ke
sumber suara.
“HAMID!!!”teriak Bu
Endang lagi sekali.
Hamid yang sudah ada di
ujung koridor berbalik melihat bu Endang yang dari tadi meneriaki namanya.
“Aduh Bu jangan
teriak-teriak dong, suara wanita itu aurat” ceramah Hamid
Tanpa aba-aba guru muda
itu langsung menjewer kuping Hamid.
“Aduh kok saya di jewer
Bu kan omongan saya baru bener bukan?” kata Hamid sambil mengiris
“ Tujuh tahun ibu
mengajar di sekolah ini baru pertama kalinya ibu menghadapi murid kayak kamu”
ujar Bu Endang
“Emang saya kenapa bu?”
Bu Endang tidak
mendengarkan perkataan dari Hamid. Dia malah menyeret Hamid yang sudah pasti
kedepan tiang bendera.
Safana
terkekeh kecil melihat perdepatan antara guru dan murid tersebut.
KRIIIING
Bel tanda pulangpun
berbunyi. Safana langsung membereskan buku yang ada di mejanya. Seperti biasa
Safana dan Kamila pergi pulang bersama dan pisah di pagar sekolah.
Saat pulang Safana
mampir sebentar di toko kue langganannya. Saat Safana ke meja kasir mata Safana
tak sengaja melihat Hamid sedang berjalan ke arahnya yang Safana yakini untuk
membayar kue yang dipengangnya.
“Totalnya 25.000 mbak”
ujar sipenjaga kasir
Safana mengangguk dan
mengambil uang dari tasnya akan tetapi “Dompet aku mana?” gumam Safana.
Hamid mengerutkan
keningnya melihat wajah wanita di depannya ini berubah pucat.
“Untuk dua orang mbak”
ujar Hamid
Safana mendengar itu
langsung mendongak dan mendapati Hamid sedang membayar kuenya.
“Nih” ujar Hamid sambil memberi kuenya
“Makasih” ujar Safana
Hamid mengangguk sambil
tersenyum“Oh ya nama kamu siapa?” tanya Hamid sambil mengulurkan tangannya.
“Sa...Safana, biasanya
di panggil Ana” jawab Safana tapi tidak membalas uluran tangan Hamid.
Hamid melirik tangannya
yang masih menggantung di udara “Nggak di balas ni?”
“Maaf bukan muhrim”
ujar Safana
Hamid tersenyum maklum
lalu mengangguk
“Saya
duluan ya” kata Safana lalu pergi berlari meninggalkan Hamid yang sedang
tersenyum sendiri.
Keesokan harinya saat
jam istirahat Safana dan Kamila berjalan bersama menuju kantin. Mata Safana tak
sengaja melihat Hamid sedang berlari kearahnya di suusul dengan temannya
“Hai Safana” ujar Hamid sambil berlari ke arah
yang berlawanan dengan Safana.
“Dia ingat nama aku
Mil” ujar Safana tak percaya
“Itu beneran Hamid yang nyapa kamu?” ujar Kamila
terkejut sekaligus bahagia.
Sesampai di kantin
Safana menceritakan semua hal tentang Hamid. Mulai dari saat Hamid menolongnya
kemarin, saat dia ketahuan sedang menatap Hamid sampai saat senyum nya di balas
oleh Hamid, dan perlakuan kecil Hamid kepadanya yang membuatnya ingin terbang.
Akan tetapi sampai saat ini Safana sadar kalau Hamid bagaikan bintang untuknya
yang hanya dapat ia lihat tidak untuk di dapat.
Menit ke menit mulai
berganti bel tanda pulang berbunyi. Seperti biasa Safana dan Kamila pergi
pulang bersama dan pisah di pagar sekolah
“Hai, sendiri aja,
rumah kamu deket sini ya mangkanya setiap hari jalan?” ujar suara dari belakang
Safana.
“Ha?” tanya Safana
bingung.
“Rumah kamu deket sini
ya?” tanya Hamid sekali lagi.
“I..iya lumayan deket”ujar Safana sambil
menatap Hamid tak percaya”apa ini
benar-benar Hamid?” batin Safana.
“Kalo
gitu sama rumah saya juga daerah sini” ujar Hamid.
Waktu terus berjalan,
Safana dan Hamid mulai dekat, perlahan jarak di antara mereka mulai terhapus
setiap Hamid bertemu dengan Safana, Hamid selalu menyapa Safana tak lupa dengan
senyum manisnya. Begitu juga saat pulang, Hamid selalu mengajak Safana pulang
bersama dalam perjalanan pulang Safana dan Hamid selalu larut dalam canda dan
tawa. Bahkan Hamid tidak mau memanggil Safana dengan sebutan ‘Ana’ lagi
melainkan dengan sebutan ‘Safa’ Hamid bilang terlalu banyak yang menyebutnya
dengan sebutan ‘Ana’ dan Hamid mau yang berbeda. Sampai saat ini Safana masih
tidak percaya bahwa dia dan Hamid akan sedekat ini. Sampai suatu saat hari yang
paling Safana tunggu-tunggu tapi juga hari yang paling Safana hindari datang.
“Safana kamu mau nggak
jadi pacar saya, saya suka sama kamu sejak pertama kali saya bertemu dengan
kamu, saat kamu selalu berdiri di depan jendela kelas saya. Aneh memang saya
menyukai seseorang yang bahkan saya tidak tau namanya. Saya bahagia saat bisa
menolong kamu beberapa minggu lalu, dan saya senang saat dapat berkenalan denganmu”
kaliamat panjang dan lebar itu meluncur begitu saja dari mulut Hamid. Sesuatu
yang benar benar tidak dapat Safana duaga saat ini Hamid orang yang telah satu
tahun ia sukai dalam diam. Saat ini di taman depan gang rumah Safana. Hamid
sedang menyatakan cinta kepadanya!!!
“ma..af sa..saya nggak
bisa jawab sekarang” ujar Safana
“Saya nggak maksa kok”
kata Hamid “Masuk ke rumahmu gih udah mau sore, dan saya tunggu lho jawabanmu”
Safana menatap Hamid tak percaya sebelum akhirnya berlari meninggalkan Hamid.
Di rumah Safana
merenungkan kata-kata yang baru didengarnya dari mulut Hamid “Akhirnya kata-kata yang selalu aku nantikan
keluar dari mulut Hamid ingin rasanya aku loncat-loncat sambil berteriak bilang
‘iya’. Tapi apakah aku boleh pacaran?, bahkan saat aku tidak akan
menyentuhnya?, apakah agama islam mengizinkan aku untuk brpacaran?” tanya
Safana pada diri sendiri.
“SAFANA AYO SHALAT LALU
PERGI KE RUMAH TANTE MUNA ADA PENGAJIAN DI SANA!!!” teriak bunda Safana
“IYA BUN” balas Safana,
lalu beranjak dari kasurnya ingin menunaikan tugas sucinya sebagai umat muslim.
Setelah shalat Safana pergi dengan pakaian sopannya menuju rumah Tante Muna.
Saat sampai disana
Safana duduk dan mulai membaca yasin. Satu per satu sesi urutan acara selesai
dan sampailah ke sesi terakhir yaitu ceramah.
“Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh, sore semua adek-adek, dan ibu-ibu, waaah disini
kebanyakan anak remaja yaaa, nah kalau begitu sekarang saya akan memberitahu
kepada adek-adek sekalian tentang suatu hal yang banyak di lakukanoleh remaja
jaman sekarang yaitu ‘pacaran’. Pacaran hukumnya adalah HARAM. Bahkan sekedar
bersentuhan degan lawan jenis yang bukan mahram saja hukumnya haram. Walau
adek-adek berdalih pacaran jarak jauh sehingga tidak mungkin untuk adanya
kontak fisik dan sebagainya tetap haram
sebagaimana ayat Al-Qur’an berbunyi “dan jangan lah engkau mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan sesuatu jalan yang
buruk.” Surah Al- Isra ayat 32 di ayat tadi kita semua diperintahkan untuk janganlah mendekati zina. Jangan mendekati
zina berarti jangan pacaran, karena zina pasti di mualai dari pacaran. Zina itu
sendiri terdiri dari beberapa jenis salah satunya zina hati. Walaupun pacaran
jarak jauh yakin bisa menjaga hati?.Jadi sata Sarani lebihbaik adek-adek fokus
sama pelajaran aja dulu, urusan pacaran nanti lulus kuliah. Saya rasa itu saja
yang bisa saya sampaikan, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”
Safana terdiam mencerna kata-kata yang di
sampaikan oleh sang penceramah tadi Safana mengambil nafasnya dalam dalam lalu
membuangnya secara perlahan. Ego Safana berkata pacaranlah tapi hati Safana
berkata jangan!. Apakah ia harus mengikuti hatinya? Atau egonya?.
Keesokan harinya saat
jam istirhat, di koridor yang sepi Hamid berjalan seorang diri.
“Hamid”
Panggilan itu membuat
Hamid menoleh dan mendapati Safana.
“Kenapa?” tanya Hamid
sambil mendekati Safana.
“Saya mau bicara” ujar
Safana “Soal jawaban kemarin itu” lanjutnya
“Saya rasa saya juga
suka sama kamu tapi saya juga merasa saya masih terlalu kecil untuk pacaran dan
saya yakin kamu juga tau kalau pacaran itu hukumnya haram. Intinya saya nggak
bisa jadi pacar kamu sekarang. Kalau kita memang jodoh kita pasti akan
dipertemukan lagi” ujar Safana “Maaf” lanjutnya. “Aku rasa aku harus merelakan cintaku kepadamu demi cinta Allah
untukku”
Hamid tersenyum “Nggak
papa kok, saya nggak maksa tapi kita bisa jadi teman kan?”
Safana terkekeh kecil
lalu mengangguk.
“Yaudah kantin bareng
yuk” ajak Hamid
“ Yuk” ujar Safana
sambil tersenyum
Hari berganti hari, dan
bulan berganti bulan, perpisahan kelas IX pun datang. Kisah persahabatan Safana
dan Hamid pun berakhir di sana. Setelah perpisahan Safana tidak pernah bertemu
dengan Hamid lagi. Begitu pula sebalik nya semenjak perpisahan Hamid teidak pernah
bertemu dengan Safana lagi.
7
tahun kemudian.....
Safana keluar dari dari
masjid setelah selesai menunaikan ibadah shalat ashar. Ketika ia keluar dari
pintu masjid mata Safana membulat ketika melihat seorang lelaki berbaju koko
sedang bersandar di tembok masjid.
Sadar sedang di
perhatikan lelaki itupun menoleh kearah pintu masjid. Seketika mata lelaki itu
membulat. Tapi sedetik kemudian matanya kembali normal senyum manisnya pun
tecetak di bibir lelaki itu.
“Assalamu’alaikum Safa”
ucap lelaki itu
“Wa’alaikumussalam
Hamid” balas Safana sambil tersenyum.
“Saya
rasa Allah memang telah menakdirkan kita untuk berjodoh” batin
Hamid dan juga Safana.
Ini Dia Info Gaji Di Kapal Pesiar Costa Royal Carribean MSC Carnival dan Lowongan Kerja Kapal Non Pengalaman
BalasHapusYuk kunjungi Rotator Whatsapp Untuk Bisnis Anda
BalasHapusBeli Aniva Junction
BalasHapusBeli Aniva Junction
Beli Aniva Junction
Beli Aniva Junction
Beli Aniva Junction
Beli Aniva Junction
Beli Aniva Junction
Beli Aniva Junction
Beli Aniva Junction
Beli Aniva Junction
Yuk pesan nasi kotak jakarta dengan menu enak.
BalasHapusHi.. i just dropping by
BalasHapusbalap lari liar
cara membuat akun google
daftar mudik gratis
lagu healing
cara melepaskan cincin di jari manis
tarif tol trans jawa
cara menghilangkan filter rotoscope
apa itu klitih
cara membuat google form
pijari