Sabtu, 03 Februari 2018

"MENTARI DI PUNCAK RINJANI"




by : Fathiyya Intan Syahida

Shafa adalah seorang mahasiswi di sebuah PTS di Lombok. Shafa Khairunnisa nama lengkapnya. Shafa berasal dari suku Sasak, suku asli masyarakat Pulau Lombok. Dalam kehidupannya sehari-hari, ia dikenal sebagai anak yang aktif dalam berbagai organisasi di kampus.
Shafa hampir mengikuti semua organisasi yang ada, kecuali organisasi yang berkaitan dengan keislaman. Shafa akan berubah menjadi egois ketika diceramahi tentang islam, karena dalam kehidupannya dia masih belum terbiasa. Hobi Shafa adalah menjelajahi alam dan traveling, tak heran bila ia sangat senang bergabung dalam  organisasi MAPALA (Mahasiswa Pecinta Alam). Dari awal masuk kampus Shafa tak pernah absen mengikuti kegiatan di MAPALA ini. Dia membuang energi mudanya, dengan merambah alam mulai dari lautan sampai puncak gunung. Hampir semua gunung di Indonesia sudah pernah ia datangi. Akan tetapi, Gunung Rinjani yang berada di tengah-tengah Pulau Lombok yang merupakan daerah asalnya, belum berhasil ditaklukkan hingga puncaknya. Sudah beberapa kali ia mencoba untuk mendaki  kesana,  tetapi sering gagal saat  akan sampai di puncak  gunung tertinggi ketiga di Indonesia itu. Shafa pun bertekad untuk bisa sampai di puncak Gunung Rinjani sebelum ia lulus S1.

Shafa berasal dari keluarga yang permisif tentang agama. Islam dianggap hanya mengurusi ibadah pada umumnya. Toleransi beragama versi keluarga Shafa lebih diutamakan. Boleh nikah beda agama, asalkan tetap sholat dan puasa. Begitulah prinsip beragama menurutnya. Akibatnya, Shafa sebagai anak bungsu sudah terbiasa bergaul dengan suami atau istri dari kakak-kakaknya yang menikah berbeda agama. Nilai-nilai islam hanya sebatas sholat 5 waktu dan Puasa Ramadhan. Dulu dia senang karena Islam dianggap sangat simpel, cukup dengan shalat dan puasa. Namun, beberapa tahun terakhir, hati Shafa sering merasa gelisah.  Penyebab kegelisahannya ini belum dapat ia temukan. Selain gelisah, Shafa juga merasa khawatir. Untuk menghilangkan rasa ketidaktenangan dalam hatinya, maka Shafa pun memperbanyak aktivitas di alam luar baik dengan traveling maupun mendaki gunung.

Hampir maghrib, begitulah keseharian waktu Shafa pulang dari kampus. Shafa pulang menggunakan ojek online langganannya yang  sudah menunggu di depan kampus. Sebelum pulang ia mampir ke toko kue yang tidak jauh dari rumahnya dan membeli beberapa kue  camilan. Hal itu merupakan kebiasaan Shafa sehari-hari. Rumah Shafa memang sepi. Ayah dan bunda sedang ada tugas di luar kota, Kak Mita, kakak Shafa yang ketiga juga belum pulang kerja. Biasanya Kak Mita pulang malam dan sampai rumah setelah adzan isya’. Akibat sering kesepian inilah yang juga menyebabkan  Shafa lebih suka beraktivitas di alam luar. Shafa masuk ke rumah dan bergegas langsung menuju ke kamarnya. Saat memasuki kamar, Shafa menaruh tas kuliahnya di sebelah televisi. Anak bungsu itu pun langsung membuka camilan dari tas dan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur seraya membuka hp.  “Kring...Kring...” Tiba-tiba, Shafa menerima pesan dari sahabat lamanya yang bernama Hana. Hana mengabari Shafa kalau bulan depan ia akan berkunjung ke Lombok. Karena kaget mendapat sms dari sahabat lamanya, Shafa pun ingin segera mendengar suara renyah sahabatnya itu dengan langsung menelponnya. “Hallo, Hanaaaa, udah lama ya kita tidak pernah bertemu, aku sangat kangen sama kamu, sekarang kamu tinggal dimana? Katanya kamu ingin ke Lombok ya, ngapain? “ tanya Shafa bersemangat dengan pertanyaan bertubi-tubi. “Assalamu’alaikum Shafa, iya aku juga kangen sama kamu, udah lama kita tidak bertemu, sekarang aku tinggal di Yogya. Benar banget, insyaallah aku memang ingin ke Lombok 2 bulan lagi setelah ujian semester, aku ingin berlibur sekaligus melihat pemandangan alamnya di sana.” jawab Hana. “Oh gitu, gimana kalau nanti aku akan menyiapkan trip ke pantai dan gunung ya. Atau cukup  ke Gunung Rinjani saja, gunung itu memiliki panorama dan pemandangan alam yang indah loh...” ajak Shafa. “Siap deh, oh ya Shafa, maaf terpaksa aku sudahi dulu ya, kebetulan masih ada lanjutan meeting lagi nih, nanti aku beri kabar lagi ya, Assalamu’alaikum” ucap Hana sambil menutup pembicaraan. “Oke deh aku tunggu” ujar Shafa.

2 bulan kemudian.

Sepulang dari kampus, Shafa segera masuk ke dalam ruang keluarga dan langsung bersandar di atas sofa kesayangannya. “Hyufft...ujian sudah selesai,  yeayy sekarang bebas” ucap Shafa sambil menghembuskan nafas lega, sekaligus berujar dengan hati senang. “Oh iya, dua hari lagi kan Hana mau datang, gimana kalau aku langsung mengabari saja, dia jadi atau tidak ya ke Lombok” pikir Shafa seraya membuka hp nya. “Ting-tong” tiba-tiba terdengar suara bel pintu depan. “Mmm..siapa ya itu?” tanya Shafa dalam hati. Shafa pun segera bergegas untuk keluar membukakan pintu. Ketika pintu dibuka, dia sedikit terkejut, sebab dihadapannya ada seorang wanita cantik dengan mengenakan jilbab panjang menjuntai hingga pinggang yang berwarna pink dan gamis yang bercorak bunga. Shafa pun kaget, awalnya dia berpikir wanita itu salah alamat, ternyata benar, wanita itu adalah sahabat lama Shafa. “Assalamu’alaikum Shafa” Sapa Hana dengan senyuman manisnya. “Haanaa??” Jawab Shafa gugup. Shafa tidak percaya kalau sahabatnya itu berubah drastis seperti ini. “Silahkan masuk” ajak Shafa. Shafa mengajak Hana untuk langsung masuk ke dalam kamarnya.

“Loh, katanya kamu  mau datang ke Lombok 2 hari lagi, kenapa kamu tidak mengabari dulu?” tanya Shafa. “Ma’afkan aku ya Shafa, aku tidak memberi kabar ke kamu dulu, soalnya semalam ayahku mendapat tugas mendadak kesini, jadi beli tiketnya juga mendadak. Alhamdulillah masih dapat tiket pesawat untuk aku dan ayahku. Karena buru-buru jadinya aku tidak sempat menghubungimu, tidak ada salahnya kan aku datang lebih awal sekalian surprise.” jelas Hana sambil tersenyum. “Oke tidak apa-apa kok, ngomong-ngomong kamu dapat alamatku dari mana?” tanya Shafa dengan nada penasaran. “Ah, kamu ini, zaman gini  kan tinggal buka facebook,  pasti ketemu” jawab Hana dengan santainya. “Oh iya, hehehe, aku lupa ”ujar Shafa sambil menepuk jidatnya. “Eh jadi, kamu menginap di mana?”tanya Shafa lagi. “Aku menginap di hotel Aston, ternyata dekat dengan rumahmu ya” jawab Hana. “Iya, jadinya bisa kapan saja dong kita ketemu” ujar Shafa. “Hana, ngomong-ngomong kamu di Lombok sampai kapan?” tanya Shafa lagi. “Insyaallah sih 10 harian, karena sekalian mau mengerjakan tugas kuliah disini” jawab Hana. “Shafa, maaf ya aku  pamit pulang duluan, tadi aku pamitan sama ayah sebentar saja” ucap Hana sambil beranjak keluar kamar Shafa. “Oh oke-oke, jangan lupa besok datang ke sini lagi ya”pinta Shafa.

Malamnya Shafa menghubungi Hana. “Han, malam ini kita nongkrong  bareng yuk sama teman-teman aku, sekalian jalan-jalan ke mall biar gaul gitu, pasti seru, kira-kira sih pulangnya sekitar pukul 22.00, gimana mau ikut?” ajak Shafa. “ Wah Shafa, ma’af ya aku tidak bisa ikut” jawab Hana. “Kenapa? padahal seru loh” tanya Shafa lagi. “Mmm...tidak semestinya kan perempuan keluar pada malam hari, apalagi sampai larut malam seperti itu kan bisa berbahaya, lebih baik kita manfaatkan waktu yang ada untuk hal yang lebih bermanfaat seperti membaca buku, belajar, mengaji, istirahat, atau hal-hal lain yang justru dapat menambah pahala kita” ujar Hana sambil menjelaskan. “Oo kamu itu seperti ustadzah saja yang menceramahi aku, kan hanya sekali saja Han, ayolah” bujuk Shafa. “Tidak, terimakasih ya” tolak Hana dengan sopan. “Ya sudah, no problem deh kalau kamu tidak mau ikut, biar saja nanti aku pergi sendiri” ujar Shafa sambil sedikit kesal. “Maafkan aku ya Shafa,” ujar Hana. “Ya sudah tidak apa-apa” jawab Shafa. “Oh iya Han, kan kita sudah janjian mau muncak bareng ke Rinjani” sambung Shafa. “Iya ya, kapan nih jadinya,  aku jadi tidak sabar” ujar Hana. “Gimana kalau besok?” ajak Shafa. “Oke, aku setuju” ujar Hana dengan semangat. “Sip deh, jangan lupa siapkan barang-barang yang mau dibawa besok ya,  terutama siapkan mental yang kuat. Besok kumpulnya jam 09.00 dirumahku, nanti aku sampaikan  ke Kak Mita agar segera dipesankan sopir rental untuk kesana ya” jelas Shafa. “Siap bos, oh iya fa, udah malam nih, kan pada mau istirahat untuk besok, aku sudahi dulu ya, Assalamu’alaikum.” ujar Hana seraya menutup pembicaraan.

        Pagi hari yang cerah. “Mmm...apalagi ya yang kurang...” gumam Shafa dalam hati. Tiba-tiba terdengar suara Hana, “Assalamualaikum... Shafa aku datang”. ujar Hana yang ternyata sudah ada di depan pintu kamar Shafa. “Eh Hana, kamu mengagetkanku saja, kenapa tidak mengetuk dulu?” jawab Shafa. “Aku sudah dari tadi menunggu di luar, tapi kamu tidak keluar, ya sudah karena aku capek langsung saja aku masuk” jelas Hana. “Hehe, ma’afkan aku ya, aku juga lupa, seharusnya jam 09.00 aku sudah menunggumu di luar” ujar Shafa malu. “Iya-iya tidak apa-apa, aku juga minta ma’af ya tadi asal menerobos langsung masuk saja.” Jawab Hana dengan tersenyum. Hana datang menggunakan pakaian yang sangat tebal, mulai dari jaketnya yang  berlapis 2, masker tebal, topi, celana training panjang dengan warna yang tidak mencolok. Meskipun begitu, Hana tetap menjaga auratnya. Dia tetap mengenakan jilbab yang cukup panjang. Begitu juga Shafa, dia memakai pakaian yang sama halnya dengan Hana, akan tetapi Shafa tidak mau memakai jilbab dan masih menggunakan celana ketat yang pastinya membentuk. Melihat itu Hana pun mengingatkannya, “Shafa kenapa pakaianmu seperti itu?” tanya Hana. “Emang kenapa?” Dengan egoisnya dia pun balik bertanya. “Astagfirullah, Shafa itukan pakaiannya ketat  bisa membentuk tubuh, tubuh itu termasuk aurat, dan itu rambutmu kenapa masih keliatan, itu kan juga aurat, satu helai rambut yang kelihatan akan dihitung satu dosa, kamu mau?, aku tidak habis pikir deh, kenapa sih kamu tidak mau berubah, seharusnya kamu itu tahu, ataupun jika kamu  tidak tahu seharusnya kamu mencari tahu, perempuan itu kalau kelihatan auratnya sudah dihitung dosa loh, apalagi kamu kan sudah besar, dosanya sudah ditanggung sendiri, kamu mau masuk neraka? Sebaiknya kamu segera bertobat dengan menutup auratmu itu sebelum ajal menjemputmu.”  pinta Hana dengan serius. “Hanaa, sudahlah kamu itu jangan mengurusi orang lain, belum tentu kamu itu benar, jangan sok-sok an ceramah gitu deh, aku juga sudah terbiasa kok hidup seperti ini, lagipula, tidak ada apa-apa, kenapa kamu jadi ribet sih,” jawab Shafa tidak mau kalah. “Ya, memang kamu benar, aku tidak berhak untuk mengatur hidupmu, sebagai sahabat yang baik aku selalu mengingatkanmu untuk kebaikan, aku tidak mau kamu terjerumus ke jalan yang salah, kalau kamu tidak mau berubah dari sekarang kapan kamu akan mau berubah Fa..” ujar Hana sedih. Shafa pun langsung meninggalkan Hana seraya tidak mendengarkannya. “Eh, ada apa ini ribut-ribut seperti anak kecil saja, katanya mau muncak bareng, tidak boleh gitu dong, ayo saling minta ma’af. Oh iya, tadi kakak sudah pergi memesan mobil sewa untuk kalian, tapi ternyata semua mobil sewa sudah penuh terpesan semua, sebagai gantinya kakak pesankan kalian taksi saja ya” ujar Kak Mita yang tiba-tiba saja datang. “Mmm... tidak usah deh kak, kita nanti naik bemo saja, ya kan Han” ujar Shafa. “ Iya benar, lagipula taksi itu mahal kan, lumayan, selisih uangnya bisa jadi simpanan.” ujar Hana menambahkan. “Ya sudah,ayo kalian siapkan barang-barang kalian, biar kakak antarkan kalian ke terminal” ucap Kak Mita. Shafa dan  Hana pun bersiap-siap menuju terminal. Sesampainya di terminal,tidak butuh waktu lama menunggu, bemo jurusan yang dituju siap berangkat. Perjalanan  pun di mulai dan sampai akhirnya mereka berhenti di posko pendakian I  Desa Sembalun, Lombok Timur. Di posko mereka bertemu dengan rombongan pendaki MAPALA, mereka berempat rupanya masih teman Shafa di kampus, namun beda fakultas. Shafa dan Hana pun bergabung dalam kelompok tersebut. Disana mereka beristirahat sejenak sebelum melanjutkan pendakian. Dari kejauhan mereka sudah bisa melihat puncak Gunung Rinjani yang indah, merasakan angin sepoi-sepoi yang berhembus, cahaya matahari yang bersinar dan merasakan  udaranya yang sejuk dan mulai terasa dingin. Dimulailah pendakian, sepanjang mata memandang terlihat savana, jurang, pepohonan, bunga edelweis, dan masih banyak pemandangan indah lainnya termasuk Danau Segara Anak. Tanahnya masih terasa basah dan licin karena hujan yang mengguyur semalam, jalanan tersebut membuat mereka harus berhati-hati agar tidak terpeleset. “Hati-hati Hana, jalannya licin karena semalam hujan” kata Shafa. “Ok, Insha Allah” jawab Hana singkat. Perjalanan  pendakian sudah hampir 4 jam. Mereka sudah nampak kelelahan. Tanpa disadari, karena sudah capek mendaki terlalu tinggi, rupanya Shafa kehilangan konsentrasi, dia terpeleset dan jatuh ke sebuah jurang. Dia pun sempat pingsan dan tidak sadarkan diri. Teman-teman Shafa, termasuk Hana tidak menyadari kalau sahabatnya itu sudah terjatuh ke sebuah jurang. Setelah menyadari kalau Shafa tidak ada di barisan, mereka semua pun langsung bergegas mencarinya. Hana menyuruh teman-teman barunya untuk saling berpencar mencari Shafa.

“Ugh..aduh..sakit kepalaku” seru Shafa. “ Kok sudah gelap ya...wah ada badai nih rupanya” bisik Shafa. Segera ia berupaya bangkit, namun kakinya tak mampu ia gerakkan.“Duh, sakitnya kakiku juga” keluh Shafa, pandangannya pun mulai kabur lalu gelap, Shafa pun pingsanlagi karena kepalanya terbentur batu di tebing dan tubuhnya berada terjepit diantara 2 pohon. Begitulah salah satu karakteristik bahayanya Rinjani. Seringkali terjadi perubahan cuaca mendadak, sehingga membutuhkan kewaspadaan yang tinggi bagi pendaki. Dalam pingsannya Shafa bertemu seseorang lelaki berbaju putih bersih dan mengajak dia ke suatu tempat yang dinamakan neraka. Diperlihatkan ada wanita yang disiksa dengan berbagai kondisi yang mengerikan. Ada yang dipotong lidahnya, digeret rambut dan badannya dan masih banyak yang mengenaskan. “Siapa mereka itu?" kata Shafa lirih. “Mereka adalah wanita-wanita yang semasa hidupnya jauh dari Al-Qur’an dan As-Sunnah”, jawab lelaki  tersebut. “Haah, Ya Allah gimana caranya aku agar tidak seperti mereka? Hidupku jauh dari Al-Qur’an, hidupku jauh dari ajaran Islam yang benar” kata Shafa sambil menutup mata takut. “Perbanyak istigfar, segera perbaharui Syahadatmu dan segeralah bertobat nak” kata lelaki itu lagi sambil pergi meninggalkan Shafa. Shafa pun tanpa sadar langsung komat-kamit mengucapkan istigfar berulang kali. “Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah” ujarnya lirih. Teringat jelas nasihat Hana tentang ciri dan sifat muslimah sejati dan teringat pula kata-kata pak ustadz saat ceramah di masjid yang sering ia tidak pedulikan. “Ya Allah dimana aku ini. Aku mohon ampun dan tobat atas kesalahanku. Aku mohon dibukakan kesempatan sekali lagi untuk hidup kembali di dunia, agar aku dapat memperbaiki diri mendekatkan diriku pada-Mu. Ampun ya Allah, Aku berjanji untuk menjadi muslimah yang sejati, menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan berjanji untuk menjadi muslimah yang mengajak orang lain kepada kebaikan ajaran Islam”pinta Shafa berdoa sambil berlinang air mata. Lalu keluar kembali kata-kata “Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah”, pelan dan semakin pelan. “Shafa, fa, bangun fa.. tetap istigfar fa”, terdengar suara yang ia kenal, Ya suara Hana. Ingin ia buka mata, tapi berat kelopak matanya terbuka, ingin ia membuka mulut, tapi berat bibirnya terbuka.”Ya Allah, apakah masih kau berikan kesempatan aku untuk hidup kembali?, Berikan ya Allah...Aku tobat ya Allah”sambil berlinang airmata Shafa. “Fa, Shafa, bangunlah, Alhamdulillah kamu selamat.” terdengar suara Hana sayup-sayup. “Kamu istirahat dulu, sekarang kita sudah di posko 1, kamu pingsan dan hilang hampir 1 hari dan sempat hampir dinyatakan meninggal tadi, namun aku melihat airmatamu keluar, alhamdulillah kamu bernapas lagi” suara Hana jelas terdengar. “MasyaAllah, Allahu Akbar” takbir Shafa dalam hati sambil mata terpejam. “Ya Allah, Alhamdulillah, saksikanlah janjiku  dan berikan kekuatan padaku,  agar kesempatan hidup ini dapat aku manfaatkan untuk hijrah kepada agamamu yang benar. Aamiiin.” janji Shafa. Lalu ia sambung doanya dengan terus berdzikir menyebut asma Allah, persis bersamaan terdengar sayup-sayup suara adzan shubuh,  pertanda Mentari akan terbit dari Puncak Rinjani sebagai saksi hijrah seorang Shafa Khairunnisa.

8 komentar: