Selasa, 14 Maret 2017

Cerita Islami "WA’ALAIKUMUSSALAM HAMID"




Oleh : Seha Shahab


Di tengah taman belakang sekolah, di bawah pohon mangga yang rindang Safana duduk sambil membaca novel kesayangannya.


 “An balik ke kelas yuk” ajak Kamila, teman karibnya sejak masuk ke MTsN Babul Khairat.

Sambil tersenyum Safana mengangguk tanda ia menyetujui ajakan Kamila. Di perjalanan menuju kelasnya. Safana berhenti sejenak melihat keadaan kelas IX-1. Seketika mata Safana berhenti saat melihat seseorang yang selalu memenuhi pikiran dan hatinya. Seseorang di sana yang sedang tertawa lepas bersama taman-teman nya. Safana mematung melihat karya Allah satu ini yang begitu sempurna.
“Safana?” ujar Kamila ketika sadar kalau Safana tidak lagi di sampingnya.
“Ana kamu gimana sih... dari tadi aku cerita kamu malah melamun disini...” ujar Kamila kesal saat sudah berada di depan Safana
“Eh maaf Mil tadi aku kepikiran sesuatu jadi berhenti sebentar” ujar Safana
“Hmmm lain kali kalau mau berhenti itu bilang ke aku jadi aku nggak kayak orang gila yang lagi ngomong sendiri...” kata Kamila masih sedikit kesal.
Safana terkekeh kecil mendengar perkataan sahabatnya itu “Sekali lagi maaf ya...”
Kamila tersenyum maklum lalu mengangguk dan berkata “ Yuk ke kelas” sambil menggandeng tangan kiri Safana. Dengan senyum yang lebar Safana membalas genggaman Kamila dan mengangguk. Sepanjang perjalanan menuju kelas IX-8 Safana dan Kamila hanya mengobrol ringan. Sesampai di kelas Safana hanya melanjutkan membaca novelnya.
“HAMID!!!” teriakan Bu Endang, mengundang seluruh perhatian orang dari setiap kelas.
Mendengar seruan itu Safana yang sedari tadi fokus dengan novelnya secepat kilat langsung menoleh ke sumber suara.
“HAMID!!!”teriak Bu Endang lagi sekali.
Hamid yang sudah ada di ujung koridor berbalik melihat bu Endang yang dari tadi meneriaki namanya.
“Aduh Bu jangan teriak-teriak dong, suara wanita itu aurat” ceramah Hamid
Tanpa aba-aba guru muda itu langsung menjewer kuping Hamid.
“Aduh kok saya di jewer Bu kan omongan saya baru bener bukan?” kata Hamid sambil mengiris
“ Tujuh tahun ibu mengajar di sekolah ini baru pertama kalinya ibu menghadapi murid kayak kamu” ujar Bu Endang
“Emang saya kenapa bu?”
Bu Endang tidak mendengarkan perkataan dari Hamid. Dia malah menyeret Hamid yang sudah pasti kedepan tiang bendera.
Safana terkekeh kecil melihat perdepatan antara guru dan murid tersebut.

KRIIIING
Bel tanda pulangpun berbunyi. Safana langsung membereskan buku yang ada di mejanya. Seperti biasa Safana dan Kamila pergi pulang bersama dan pisah di pagar sekolah.
Saat pulang Safana mampir sebentar di toko kue langganannya. Saat Safana ke meja kasir mata Safana tak sengaja melihat Hamid sedang berjalan ke arahnya yang Safana yakini untuk membayar kue yang dipengangnya.
“Totalnya 25.000 mbak” ujar sipenjaga kasir
Safana mengangguk dan mengambil uang dari tasnya akan tetapi “Dompet aku mana?” gumam Safana.
Hamid mengerutkan keningnya melihat wajah wanita di depannya ini berubah pucat.
“Untuk dua orang mbak” ujar Hamid
Safana mendengar itu langsung mendongak dan mendapati Hamid sedang membayar kuenya.
“Nih”  ujar Hamid sambil memberi kuenya
“Makasih” ujar Safana
Hamid mengangguk sambil tersenyum“Oh ya nama kamu siapa?” tanya Hamid sambil mengulurkan tangannya.
“Sa...Safana, biasanya di panggil Ana” jawab Safana tapi tidak membalas uluran tangan Hamid.
Hamid melirik tangannya yang masih menggantung di udara “Nggak di balas ni?”
“Maaf bukan muhrim” ujar Safana
Hamid tersenyum maklum lalu mengangguk
“Saya duluan ya” kata Safana lalu pergi berlari meninggalkan Hamid yang sedang tersenyum sendiri.
Keesokan harinya saat jam istirahat Safana dan Kamila berjalan bersama menuju kantin. Mata Safana tak sengaja melihat Hamid sedang berlari kearahnya di suusul dengan temannya
 “Hai Safana” ujar Hamid sambil berlari ke arah yang berlawanan dengan Safana.
“Dia ingat nama aku Mil” ujar Safana tak percaya
“Itu  beneran Hamid yang nyapa kamu?” ujar Kamila terkejut sekaligus bahagia.
Sesampai di kantin Safana menceritakan semua hal tentang Hamid. Mulai dari saat Hamid menolongnya kemarin, saat dia ketahuan sedang menatap Hamid sampai saat senyum nya di balas oleh Hamid, dan perlakuan kecil Hamid kepadanya yang membuatnya ingin terbang. Akan tetapi sampai saat ini Safana sadar kalau Hamid bagaikan bintang untuknya yang hanya dapat ia lihat tidak untuk di dapat.
Menit ke menit mulai berganti bel tanda pulang berbunyi. Seperti biasa Safana dan Kamila pergi pulang bersama dan pisah di pagar sekolah
“Hai, sendiri aja, rumah kamu deket sini ya mangkanya setiap hari jalan?” ujar suara dari belakang Safana.
“Ha?” tanya Safana bingung.
“Rumah kamu deket sini ya?” tanya Hamid sekali lagi.
 “I..iya lumayan deket”ujar Safana sambil menatap Hamid tak percaya”apa ini benar-benar Hamid?” batin Safana.
“Kalo gitu sama rumah saya juga daerah sini” ujar Hamid.

Waktu terus berjalan, Safana dan Hamid mulai dekat, perlahan jarak di antara mereka mulai terhapus setiap Hamid bertemu dengan Safana, Hamid selalu menyapa Safana tak lupa dengan senyum manisnya. Begitu juga saat pulang, Hamid selalu mengajak Safana pulang bersama dalam perjalanan pulang Safana dan Hamid selalu larut dalam canda dan tawa. Bahkan Hamid tidak mau memanggil Safana dengan sebutan ‘Ana’ lagi melainkan dengan sebutan ‘Safa’ Hamid bilang terlalu banyak yang menyebutnya dengan sebutan ‘Ana’ dan Hamid mau yang berbeda. Sampai saat ini Safana masih tidak percaya bahwa dia dan Hamid akan sedekat ini. Sampai suatu saat hari yang paling Safana tunggu-tunggu tapi juga hari yang paling Safana hindari datang.
“Safana kamu mau nggak jadi pacar saya, saya suka sama kamu sejak pertama kali saya bertemu dengan kamu, saat kamu selalu berdiri di depan jendela kelas saya. Aneh memang saya menyukai seseorang yang bahkan saya tidak tau namanya. Saya bahagia saat bisa menolong kamu beberapa minggu lalu, dan saya senang saat dapat berkenalan denganmu” kaliamat panjang dan lebar itu meluncur begitu saja dari mulut Hamid. Sesuatu yang benar benar tidak dapat Safana duaga saat ini Hamid orang yang telah satu tahun ia sukai dalam diam. Saat ini di taman depan gang rumah Safana. Hamid sedang menyatakan cinta kepadanya!!!
“ma..af sa..saya nggak bisa jawab sekarang” ujar Safana
“Saya nggak maksa kok” kata Hamid “Masuk ke rumahmu gih udah mau sore, dan saya tunggu lho jawabanmu” Safana menatap Hamid tak percaya sebelum akhirnya berlari meninggalkan Hamid.
Di rumah Safana merenungkan kata-kata yang baru didengarnya dari mulut Hamid “Akhirnya kata-kata yang selalu aku nantikan keluar dari mulut Hamid ingin rasanya aku loncat-loncat sambil berteriak bilang ‘iya’. Tapi apakah aku boleh pacaran?, bahkan saat aku tidak akan menyentuhnya?, apakah agama islam mengizinkan aku untuk brpacaran?” tanya Safana pada diri sendiri.
“SAFANA AYO SHALAT LALU PERGI KE RUMAH TANTE MUNA ADA PENGAJIAN DI SANA!!!” teriak bunda Safana
“IYA BUN” balas Safana, lalu beranjak dari kasurnya ingin menunaikan tugas sucinya sebagai umat muslim. Setelah shalat Safana pergi dengan pakaian sopannya menuju rumah Tante Muna.
Saat sampai disana Safana duduk dan mulai membaca yasin. Satu per satu sesi urutan acara selesai dan sampailah ke sesi terakhir yaitu ceramah.
“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, sore semua adek-adek, dan ibu-ibu, waaah disini kebanyakan anak remaja yaaa, nah kalau begitu sekarang saya akan memberitahu kepada adek-adek sekalian tentang suatu hal yang banyak di lakukanoleh remaja jaman sekarang yaitu ‘pacaran’. Pacaran hukumnya adalah HARAM. Bahkan sekedar bersentuhan degan lawan jenis yang bukan mahram saja hukumnya haram. Walau adek-adek berdalih pacaran jarak jauh sehingga tidak mungkin untuk adanya kontak fisik dan sebagainya tetap  haram sebagaimana ayat Al-Qur’an berbunyi “dan jangan lah engkau mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan sesuatu jalan yang buruk.” Surah Al- Isra ayat 32 di ayat tadi kita semua diperintahkan untuk  janganlah mendekati zina. Jangan mendekati zina berarti jangan pacaran, karena zina pasti di mualai dari pacaran. Zina itu sendiri terdiri dari beberapa jenis salah satunya zina hati. Walaupun pacaran jarak jauh yakin bisa menjaga hati?.Jadi sata Sarani lebihbaik adek-adek fokus sama pelajaran aja dulu, urusan pacaran nanti lulus kuliah. Saya rasa itu saja yang bisa saya sampaikan, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”
 Safana terdiam mencerna kata-kata yang di sampaikan oleh sang penceramah tadi Safana mengambil nafasnya dalam dalam lalu membuangnya secara perlahan. Ego Safana berkata pacaranlah tapi hati Safana berkata jangan!. Apakah ia harus mengikuti hatinya? Atau egonya?.
Keesokan harinya saat jam istirhat, di koridor yang sepi Hamid berjalan seorang diri.
 “Hamid”
Panggilan itu membuat Hamid menoleh dan mendapati Safana.
“Kenapa?” tanya Hamid sambil mendekati Safana.
“Saya mau bicara” ujar Safana “Soal jawaban kemarin itu” lanjutnya
“Saya rasa saya juga suka sama kamu tapi saya juga merasa saya masih terlalu kecil untuk pacaran dan saya yakin kamu juga tau kalau pacaran itu hukumnya haram. Intinya saya nggak bisa jadi pacar kamu sekarang. Kalau kita memang jodoh kita pasti akan dipertemukan lagi” ujar Safana “Maaf” lanjutnya. “Aku rasa aku harus merelakan cintaku kepadamu demi cinta Allah untukku”
Hamid tersenyum “Nggak papa kok, saya nggak maksa tapi kita bisa jadi teman kan?”
Safana terkekeh kecil lalu mengangguk.
“Yaudah kantin bareng yuk” ajak Hamid
“ Yuk” ujar Safana sambil tersenyum
Hari berganti hari, dan bulan berganti bulan, perpisahan kelas IX pun datang. Kisah persahabatan Safana dan Hamid pun berakhir di sana. Setelah perpisahan Safana tidak pernah bertemu dengan Hamid lagi. Begitu pula sebalik nya semenjak perpisahan Hamid teidak pernah bertemu dengan Safana lagi.
7 tahun kemudian.....
Safana keluar dari dari masjid setelah selesai menunaikan ibadah shalat ashar. Ketika ia keluar dari pintu masjid mata Safana membulat ketika melihat seorang lelaki berbaju koko sedang bersandar di tembok masjid.
Sadar sedang di perhatikan lelaki itupun menoleh kearah pintu masjid. Seketika mata lelaki itu membulat. Tapi sedetik kemudian matanya kembali normal senyum manisnya pun tecetak di bibir lelaki itu.
“Assalamu’alaikum Safa” ucap lelaki itu
“Wa’alaikumussalam Hamid” balas Safana sambil tersenyum.
“Saya rasa Allah memang telah menakdirkan kita untuk berjodoh” batin Hamid dan juga Safana.
 

5 komentar: